Virus Hanta Tak Berpotensi Jadi Pandemi

Virus
Virus Hanta Tak Berpotensi Jadi Pandemi

besoklusa.one – Infeksi virus Hanta adalah penyakit akibat virus yang disebarkan hewan pengerat layaknya tikus.

Belakangan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan ada 8 masalah virus Hanta per 19 Juni 2025. Kabar baiknya, seluruh pasien sudah sembuh dan ulang beraktivitas.

Lantas, apakah virus Hanta ini berpotensi jadi pandemi?

Epidemiolog Dicky Budiman menjelaskan bahwa virus Hanta tak berpotensi membawa dampak wabah besar atau pandemi.

“Potensi wabah pandemi tidak, tetapi jikalau wabah lokal iya. Kecil sekali mungkin jadi pandemi sebab penularannya terbatas dari hewan ke manusia, zoonosis, bukan antar manusia,” kata Dicky kepada Health Liputan6.com, kala dihubungi terhadap Sabtu (21/6/2025).

“Mayoritas penularan Hanta ini dari tikus ke manusia bukan antar manusia. Tidak menyebar cepat, tidak layaknya COVID-19 atau influenza, cii-ciri penyebarannya sporadis tidak terlokalisasi,” tambahnya.

Meski begitu, ia mengimbau penduduk supaya senantiasa waspada. Pasalnya, infeksi virus ini mampu membawa dampak masalah betul-betul jikalau tidak ditangani bersama baik.

“Nah, jikalau tidak diobati, infeksi Hanta ini berisiko banget menaikkan potensi kematian terlebih yang tipe paru (Hantavirus Pulmonary Syndrome/HPS) bersama tingkat fatalitas mampu sampai 30-40 prosen jikalau tidak ditangani bersama cepat.”

“Karena terhadap tipe HPS ini, mampu mengundang gagal napas akut dan kematian mendadak. Pada tipe yang menyerang ginjal (Hemorrhagic Fever with Renal Syndrome/HFRS) pun sebetulnya mampu membawa dampak gagal ginjal, syok, sampai pendarahan serius,” terangnya.

Cara Cegah Penularan Virus Hanta

Guna menahan penularannya, maka penyebarnya yaitu tikus mesti dikendalikan. Termasuk jauhi cemaran urine dan kotorannya bersama senantiasa memelihara kebersihan.

“Hindari langsung menyapu daerah kotoran tikus, mesti disemprot pernah bersama disinfektan. Termasuk kala bersihkan gudang dan lumbung, manfaatkan alat pelindung, sarung tangan, dan masker,” sara Dicky.

Senada bersama Dicky, didalam keterangan lain, dokter hewan Ayu Pradipta Pratiwi menjelaskan bahwa pencegahan utama penyakit virus Hanta adalah jauhi kontak manusia dan hewan pengerat. Serta mengendalikan jumlah hewan pengerat di lingkungan rumah. Beberapa pencegahan lain yang mampu dikerjakan adalah:

-Menjaga kebersihan tempat tinggal dan lingkungan.
-Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) (masker, sarung tangan, dan alas kaki) kala bersihkan tempat tinggal dan lingkungan yang dilewati hewan pengerat.
-Membersihkan kotoran, urine, dan sekreta lain dari tikus bersama disinfektan.
-Tidak menyentuh hewan pengerat secara langsung baik yang hidup atau mati. Apabila kontak bersama hewan pengerat, manfaatkan desinfektan dan APD lengkap.
-Melakukan pengelolaan sampah bersama benar.

Menjaga kebersihan tangan bersama cuci tangan manfaatkan sabun dan air mengalir (40-60 detik) atau manfaatkan cairan antiseptik (20-30 detik).
“Penyakit virus Hanta di Indonesia mesti diantisipasi mengingat tipe reservoir yang ditemukan lumayan banyak variasi dan tersebar di bermacam tipe habitat,” sadar Ayu didalam keterangan dikutip di laman Ayosehat.

“Penyakit ini mampu berpotensi membawa dampak suatu wabah jika reservoirnya tidak dikendalikan. Tindakan pencegahan mampu dikerjakan dari lingkungan terkecil kita, yaitu lingkungan rumah,” pungkas Ayu.

Belum Ada Obat Spesifik untuk Tangani Penyakit Virus Hanta

Pencegahan penularan jadi perihal perlu lantaran sampai kini belum ada obat untuk penyakit akibat virus Hanta.

“Penangananya, sadar belum ada obat antivirus yang spesifik untuk Hantavirus, supaya penanganannya berbentuk simtomatik (sesuai gejala) dan suportif. Misalnya jikalau dia demam, ya kasih obat demam, ya terapi-terapi yang disesuaikan bersama gejala,” ucap Dicky.

Jika terjadi masalah pernapasan, mampu dibantu bersama oksigen dan ventilator. Terapi elektrolit lebih-lebih terapi dialisis jikalau terjadi gagal ginjal.

Kasus Baru Virus Hanta di Indonesia

Belakangan, ada 8 masalah virus Hanta tipe HFRS sampai 19 Juni 2025 di Indonesia.

Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Aji Muhawarman, masalah ini ditemukan di empat provinsi yaitu Yogyakarta, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Utara.

Kabar baiknya, seluruh dinyatakan sudah sembuh. Termasuk satu masalah yang ditemukan di Kabupaten Bandung Barat (KBB) terhadap 20 Mei 2025 di RSUP dr. Hasan Sadikin.

“Telah dikerjakan penyelidikan epidemiologi dan pengendalian vektor oleh Kemenkes, Labkesmas Jakarta, Dinkes Provinsi Jabar, Dinkes KBB, Puskesmas Ngamprah, Perangkat Desa Bojongkoneng,” kata Aji terhadap Kamis, mengutip Antara.

By besok88

Leave a Reply

Dunia Kesehatan