Kasus Dokter PPDS Unpad Ingatkan pada Sleeping Beauty Syndrome

besoklusa.one – Kasus kekerasan seksual yang dilakukan peserta didik Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran (Unpad) berinisial PAP mengingatkan konselor dan seks edukator dari Asosiasi Seksologi Indonesia, Febrizky Yahya, pada sleeping beauty syndrome.
Sleeping beauty syndrome atau somnophilia adalah penyimpangan seksual yang menyebabkan pengidapnya terangsang dan idamkan berhubungan intim pada seseorang yang tidak menyadari dan tidak mampu beri tambahan respons.
Bukan tanpa alasan, konselor yang akrab disapa Eby memandang beberapa kesamaan pada pelaku tindak kekerasan seksual bersama dengan kelainan seksual tersebut.
“Jika hanya dicermati dari modusnya, PAP (inisial pelaku) memakai obat bius untuk menyebabkan korban di dalam kondisi tidak menyadari dan laksanakan kekerasan seksual serupa layaknya pengidap somnophilia lainnya,” kata Eby kepada Health Liputan6.com, Kamis (10/4/2025).
Meski begitu, selalu harus diketahui motif pelaku. Pasalnya, dari motif ini dapat ketahuan apakah pelaku juga pengidap somnophilia atau pelaku kekerasan seksual biasa.
“Yang membedakan apakah PAP ini juga somnophilia atau pelaku kekerasan seksual biasa adalah motifnya,” kata Eby.
“Jika PAP membius korban gara-gara ia mendapat akses bebas pada obat bius dan menyebabkan korban tidak mampu melawan atau menyadari terdapatnya kekerasan seksual yang berjalan agar perbuatannya tidak ketahuan, maka PAP tidak mampu dikategorikan somnophilia,” menyadari Eby.
“Namun, terkecuali motifnya adalah sengaja menyebabkan korban tidak menyadari spesifik untuk menyebabkan dirinya terangsang, maka mampu menjadi ia somnophilia atau sleeping beauty syndrome,” katanya.
Namun, Eby meyakinkan penegakan diagnosa harus bersama dengan pemeriksaan oleh profesional di bidangnya.
“Sekali lagi, (penegakan diagnosis) harus bersama dengan pemeriksaan intensif oleh psikiater dan psikolog,” imbuhnya.
Somnophilia adalah Gangguan Seksual Tipe Predatory Paraphilia
Lebih lanjut, Eby menjelaskan, somnophilia juga di dalam kelainan atau problem seksual model Predatory Paraphilia.
“Kenapa predatory? Soalnya umumnya orang bersama dengan problem ini juga menyerang orang lain untuk raih kepuasan seksualnya. Beda serupa fetish pada benda mati, nggak ada tindakan pelecehan pada orang lain secara langsung,” menyadari Eby.
Faktor Penyebab Sleeping Beauty Syndrome
Terkait penyebab sleeping beauty syndrome, Eby memberikan bahwa belum terlalu banyak penelitian spesifik soal itu.
Namun, umumnya pakar berpendapat bahwa orang yang terobsesi secara seksual pada orang yang tidak menyadari umumnya mengalami masalah obsesi pada dominasi dan kontrol.
“Pelaku menjadi memegang pemeriksaan atau mendominasi penuh terkecuali lawannya adalah orang yang sedang tidak menyadari dan tidak mampu melawan,” terang Eby
“Isu ini mampu berjalan gara-gara trauma jaman kecil, problem kepribadian, dan pengalaman traumatik di jaman lalu, dan lebih-lebih pada suatu masalah berjalan gara-gara terdapatnya trauma pada otak akibat benturan,” tambahnya.
Somnophilia Umumnya Terjadi Sejak Kecil
Umumnya somnophilia berjalan sejak kecil, sambung Eby, tapi baru muncul saat menginjak umur remaja.
“Gangguan ini telah ada mostly (kebanyakan) dari kecil, hanya baru terlihat menjadi remaja.”
Belum ditemukan penelitian kualitatif pada pelaku somnophilia bersama dengan menggali jaman kecil mereka. Namun, secara umum, anak-anak yang berpotensi mengidap penyimpangan seksual mampu membuktikan tanda bersama dengan laksanakan hal-hal berikut:
-Kesulitan mengendalikan emosi dan keinginannya (diluar normal dan tidak cocok bersama dengan bagian perkembangan).
-Kurangnya kapabilitas empati cocok bagian usia.
-Pernah menjadi korban pelecehan seksual yang tidak diintervensi atau diterapi.
-Terpapar oleh pornografi terlalu dini dan kecanduan pornografi.
-Pada masalah yang lebih ekstrem, mampu laksanakan pelecehan seksual pada saudari atau keluarganya kala mereka sedang tertidur.
Terapi dan Penanganan Pengidap Sleeping Beauty Syndrome
Orang bersama dengan kelainan seksual sleeping beauty syndrome harus mendapat penanganan dan terapi yang tepat.
“Terapi yang dilakukan harus beraneka cara, menjadi dari CBT (Cognitive behavioral therapy), hypnotherapy, kelompok therapy, orgasm reconditioning (dilakukan oleh sex therapist), dan terkecuali harus ditambahkan terapi obat-obatan psikiatri,” menyadari Eby.
Kelainan ini pun tidak mampu didiagnosis sembarangan. Perlu bantuan psikiater atau psikolog untuk menegakkannya.
“Tentunya yang mendiagnosa hanya boleh dilakukan psikiater dan atau psikolog, terutama yang mendalami bidang seksologi yang kompeten di dalam menangani masalah penyimpangan seksual,” ucap Eby.
Sleeping Beauty Syndrome Tak Bisa Dihilangkan Sepenuhnya
Sleeping beauty syndrome adalah kondisi yang tidak mampu dihilangkan sepenuhnya. Namun, terapi dan pemeriksaan yang baik mampu membantu.
“Hilang semuanya kemungkinan tidak, tapi dikontrol bersama dengan terapi layaknya yang dijelaskan di atas,” tutup Eby.
Seperti diketahui, masalah dokter PPDS Unpad anestes laksanakan kekerasan sesksual berjalan di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung pada pertengahan Maret lalu. Residen ini laksanakan tindak kekerasan seksual pada pendamping pasien. Sebelum laksanakan aksinya, ia membius korban hingga tak sadarkan diri.