Kenali Fenomena di Balik REM Sleep Behavior Disorder

besoklusa.one – Pernahkah anda terbangun gara-gara tiba-tiba menendang, memukul, atau apalagi melompat dari media tidur di tengah mimpi yang menjadi nyata?
Melansir dari laman Everyday Health, antara Kamis, 23 Oktober 2025, bagi beberapa orang bersama REM Sleep Behavior Disorder (RBD), hal itu bukan sekadar mimpi, sedang suatu hal yang memanglah mereka lakukan saat tidur.
Mengutip dari laman Cleveland Clinic, pada Kamis, 23 Oktober 2025, RBD adalah problem tidur di mana seseorang secara tidak paham bertindak kompatibel bersama dengan isi mimpinya disaat tertidur.
Gerakan yang nampak dikala episode RBD bisa beresiko dan berisiko menimbulkan cedera, baik antara diri sendiri maupun pasangan tidur, terutama apabila mimpi yang dialami bersifat agresif atau penuh kekerasan.
RBD termasuk dalam group parasomnia, yakni gangguan tidur yang ditandai bersama prilaku tidak normal sepanjang tidur, khususnya antara langkah rapid eye movement (REM), fase di mana mimpi paling sering terjadi.
Ketika Tubuh Gagal “Diam” kala Bermimpi
Tahap tidur REM adalah pas di mana mimpi paling aktif berjalan Di fase ini, tekanan darah meningkat, pernapasan merasa lebih dalam dan bola mata bergerak cepat ke beragam arah. Normalnya, tubuh akan mengalami kelumpuhan otot sesaat (atonia) agar tidak bergerak ketika bermimpi. sedang antara penderita RBD, mekanisme ini tidak berfungsi.
Akibatnya, mereka bisa mengalami berbagai gerakan, mulai dari twitch kecil, berbisik, berteriak, sampai menendang dan melompat berasal dari tempat tidur. beberapa lebih-lebih bisa melukai diri sendiri atau orang lain tanpa sadar.
“Secara klinis kita menyebutnya kala seseorang bertindak cocok bersama mimpinya. umumnya orang tidak jelas bahwa mereka melakukannya, kebanyakan dilaporkan oleh pasangan tidur mereka,” ujar Michael Breus, PhD, seorang diplomat sekaligus anggota dari American Board of Sleep Medicine.
Dua gaya Utama RBD
Menurut John Cline, PhD, seorang psikolog klinis berlisensi yang berbasis di Connecticut yang menspesialisasikan diri dalam penyembuhan tidur dan proporsi dari American Board of Sleep Medicine, RBD dibagi menjadi dua tipe:
-Isolated (Idiopathic) RBD
Tidak resmikan penyebab yang mengerti tetapi bisa terasa sinyal awal dari penyakit neurodegeneratif seperti Parkinson, Lewy body dementia, atau multiple system atrophy, menurut Cleveland Clinic.
-Symptomatic (Secondary) RBD
Terjadi karena adanya kondisi lain, layaknya narkolepsi atau efek samping obat tertentu.
Tanda dan gejala yang Muncul
Gejala utama RBD adalah bertindak cocok dengan mengisi mimpi, karena tubuh tidak mengalami kelumpuhan otot seperti harusnya keadaan ini dapat nampak mendadak atau berkembang perlahan, dan cenderung memburuk bersamaan waktu.
Menurut Mayo Clinic, tanda-tanda lain meliputi:
-Mengeluarkan nada layaknya bicara tertawa, berteriak, atau meminta tolong.
-Mudah terbangun disaat episode berlangsung dan masih dapat mengingat isikan mimpinya.
-Mimpi yang memuat keadaan tidak menyenangkan layaknya pertengkaran, kecelakaan, atau serangan.
“Biasanya, ini adalah mimpi yang bersifat agresif,” kata Cline. “Ada pasien yang menjalankan tangannya sebab bermimpi diserang lebah, dan datang terhitung yang melompat dari tempat tidur sebab bermimpi berada di papan loncat.”
Episode RBD sering berjalan di paruh ke dua malam, ketika fase REM lebih panjang, menurut Sleep Foundation.
Penyebab dan faktor Risiko
Penyebab tentu RBD belum sepenuhnya diketahui. dikira berjalan sebab problem pada jalan saraf tertentu di otak.
“Kami belum jelas penyebab pastinya tapi tampaknya ketika seseorang berada dalam fase REM, mekanisme atonia atau kelumpuhan otot tidak berfaedah sebagaimana mestinya,” ujar Breus.
Menurut Sleep Foundation, sebagian faktor yang dapat meningkatkan risiko meliputi:
-Pria berusia di atas 50 tahun.
-Memiliki gangguan saraf seperti Parkinson atau Lewy body dementia.
-Mengidap narkolepsi.
-Mengonsumsi antidepresan.
-Menggunakan atau berhenti dari obat-obatan dan alkohol.
Sekitar 87% penderita RBD adalah Laki-laki bersama usia beberapa timbulnya gejala kurang lebih 61 th. kurang tidur, merokok, cedera kepala, dan paparan pestisida juga bisa terasa factor pemicu.
